1.
Pendahuluan
Mentimun (Cucumis
sativus L.) merupakan tanaman
semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang
berbentuk pilin atau spiral. Bagian yang dimakan dari sayuran ini adalah
buahnya. Biasanya buah mentimun dimakan mentah sebagai lalap dalam hidangan makanan
dan juga di sajikan dalam bentuk buah segar (Sugito, 1992).
Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah
ini merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 g mentimun
terdiri dari 15 kalori, 0,8 g protein, 0,1 g pati, 3 g karbohidrat, 30 mg
fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 thianine, 0,01
riboflavin, 14 mg asam, 0,45 vitamin A, 0,3 vitamin B1, dan 0,2 vitamin B2
(Sumpena, 2001).
2.
Botani Mentimun
2.1. Klasifikasi Mentimun
Menurut
klasifikasi tanaman, mentimun dimasukkan ke dalam bangsa Cucurbitales, keluarga Cucurbitaceae,
dan marga Cucumis. Marga Cucumis
terdiri atas beberapa spesies yang mempunyai arti ekonomi penting, di antaranya
Cucumis sativus L. mempunyai 7 genom, Cucumis angurial L. (pare) mempunyai 12 genom dan Cucumis melo L. (melon) mempunyai 12
genom (Sumpena, 2001).
2.2. Morfologi Mentimun
Menurut Rukmana (1994),
perakaran mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar, tetapi daya
tembus akar relatif dangkal, pada kedalaman sekitar 30-60 cm. Oleh sebab itu,
tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan air.
Tanaman mentimun memiliki batang yang berwarna
hijau, berbulu dengan panjang yang bisa mencapai 1,5 m dan umumnya batang mentimun mengandung air dan
lunak. Mentimun mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang
keluar di sisi tangkai daun. Sulur mentimun adalah batang yang termodifikasi
dan ujungnya peka sentuhan. Bila menyentuh galah sulur akan mulai
melingkarinya. Dalam 14 jam sulur itu telah melekat kuat pada galah/ajir
(Sunarjono, 2007).
Daun mentimun lebar berlekuk menjari dan dangkal,
berwarna hijau muda sampai hijau tua. Daunnya beraroma kurang sedap dan langu,
serta berbulu tetapi tidak tajam. Dan berbentuk bulat lebar dengan bagaian
ujung yang meruncing berbentuk jantung, kedudukan daun pada batang tanaman
berselang seling antara satu daun dengan daun diatasnya (Sumpena, 2001).
Bunga mentimun berwarna kuning dan berbentuk
terompet, tanaman ini berumah satu artinya, bunga jantan dan bunga betinah
terpisah, tetapi masih dalam satu pohon. Bunga betina mempunyai bakal buah
berbentuk lonjong yang membengkak, sedangkan bunga jantan tidak. Letak bakal
buah tersebut di bawah mahkota bunga (Sunarjono, 2007).
Buah mentimun muda berwarna
antara hijau, hijau gelap, hijau muda, hijau keputihan sampai putih, tergantung
kultivar yang diusahakan. Sementara buah mentimun yang sudah tua (untuk
produksi benih) berwarna cokelat, cokelat tua bersisik, kuning tua, dan putih
bersisik. Panjang dan diameter buah mentimun antara 12-25 cm dengan diameter
antara 2-5 cm atau tergantung kultivar yang diusahakan (Sumpena, 2001).
2.3. Jenis-Jenis Mentimun
Menurut
Sugito (1992), jenis mentimun yang banyak dibudidayakan dan diminati masyarakat
yakni: 1) jenis mentimun Jepang (Japanese
varietas), timun ini berasal dari Jepang dengan ciri buah panjang antara
18-20 cm dengan berat buah 80-120 g, diameter 1,5-2,5 cm, memiliki buah berasa
manis, dan kandungan air lebih sedikit. 2) jenis mentimun hibrida yang
disilangkan dengan dua jenis induk yang mempunyai sifat-sifat unggul dan
keturunannya memiliki sifat yang lebih baik dari induknya. Salah satu mentimun
hibrida yakni varietas Hercules 56 yang memiliki ciri buah berwarna hijau,
panjang 20 cm, diameter 4 cm, umur panen 35 hari dan memiliki percabang yang
banyak dan tahan terhadap penyakit downy
mildew. 3) jenis varietas mentimun lokal berasal dari petani setempat
dengan ciri tanaman memiliki umur berbunga 20-30 hst dan umur panen 30-35 hst,
warna buah muda sangat beragam, yaitu putih, hijau, atau hijau keputihan,
sedangkan warna buah tua kuning atau coklat, panjang buah antara 12-19 cm (Sumpena,
2002).
3.
Syarat Tumbuh
Mentimun
cocok ditanam di lahan yang jenis tanahnya lempung sampai lempung berpasir yang
gembur dan mengandung bahan organik. Mentimun membutuhkan pH tanah di kisaran
5,5-6,8 dengan ketinggian tempat 100-900 m dpl. Mentimun juga membutuhkan sinar
matahari terbuka, drainase air lancar dan bukan bekas penanaman mentimun dan
familinya seperti melon, semangka, dan waluh. Aspek agronomi penanaman mentimun
tidak berbeda dengan komoditas sayuran komersil lainnya, seperti kecocokan
tanah dan tinggi tempat, serta iklim yang sesuai meliputi suhu, cahaya,
kelembapan dan curah hujan (Wahyudi, 2011).
Untuk pertumbuhan yang
optimum diperlukan iklim kering, sinar matahari yang cukup dengan temperatur
optimal antara 21 0 C – 30 0 C. sementara untuk suhu
perkecambahan biji optimal yang dibutuhkan antara 25 0 C –
35 0 C Kelembapan udara (RH) yang dikehendaki oleh tanaman mentimun
agar hidup dengan baik adalah antara 80-85%. Sementara curah hujan optimal untuk
budidaya mentimun adalah 200-400 mm/bln, curah hujan yang terlalu tinggi tidak
baik untuk pertumbuhan apalagi pada saat berbunga karena akan mengakibatkan
menggugurkan bunga (Sumpena, 2001).
Hasil penelitian Rachmat
dan Gerard (1995), mengatakan syarat tumbuh tanaman mentimun pada ketinggian ≥
1000 m dpl, harus menggunakan mulsa plastik perak hitam karena di ketinggian
tersebut suhu tanah ≤ 18o C dan suhu udara ≤ 25o C.
sehingga penggunaan mulsa akan meningkatkan suhu tanah dan di sekitar tanaman.
4.
Budidaya Mentimun
4.1.
Benih
Dalam
konteks budidaya mentimun, benih dituntut memiliki mutu tinggi sebab benih
harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum. Benih dijamin
kwalitasnya dan memiliki mutu tinggi yakni benih yang bersertifikat. Benih
bersertifikat pada dasarnya telah lolos tes mutu benih yang meliputi. 1) mutu
genetik, 2) mutu fisiologik, dan 3) mutu fisik (Sadjad, 1977).
Mutu benih mencangkup pengertian sebagai berikut: 1) Mutu genetik
yang merupakan penampilan benih murni dari spesies atau varietas tertentu yang
menunjukan genetik dari tanaman induknya. Dengan ciri mutu benih dan tanaman menyerupai sifat induknya.
2) Mutu fisiologik yang mencakup
kemampuan daya hidup atau viabilitas
benih seperti daya kecambah dan kekuatan benih. Dengan ciri mutu fisiologik
benih yakni, kemampuan benih dalam memecah kulit benih dalam proses perkecambahan
dengan munculnya radikel dan memanjangnya hipokotil serta kotiledon dan plumula
ke atas permukaan tanah. 3) Mutu fisik merupakan penampilan benih bila dilihat
kasat mata, antara lain ukurannya homogen, bernas, bersih dari campuran benih
lain maupun dari gulma dan bebas dari kontaminasi (Sutopo, 2002).
4.2. Penyemaian
Benih umumnya akan
berkecambah segera pada keadaan lingkungan yang mendukung. Syarat umum yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan benih adalah;
1) adanya air yang cukup untuk melembabkan biji, 2) suhu yang sesuia, 3) cukup
oksigen, dan 4) adanya cahaya. Selain itu juga, dalam proses perkecambahan
benih tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi seperti faktor dalam (internal) dan faktor luar (external). 1) Faktor dalam (internal) meliputi tingkat kematangan
benih, ukuran benih, dormansi benih, dan penghambat perkecambahan. Sementara
itu, 2) Faktor luar (external) meliputi
cahaya, air, temperatur, oksigen, dan medium tumbuh (Sutopo, 2002).
Benih mentimun yang
akan ditanam sebaiknya dipersiapkan media tanam/semai terlebih dahulu. Media
semai itu berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 7:3.
Sebagai tempat media dapat menggunakan polybag atau plastik transparan dengan
dilubangi untuk drainase air. Untuk menghindari tanaman terserang hama media harus diberi Curater (Sugito, 1992).
4.3. Pembuatan Bedengan
Dalam
pembuatan bedeng dengan cara pencangkulan akan mempengaruhi sifat fisik tanah
yang berfungsi memperbaiki ruang pori-pori tanah yang terbentuk diantara
partikel-partikel tanah (tekstur dan
stuktur). Kerapatan dan rongga-rongga akibat pencangkulan akan memudahkan air
dan udara bersirkulasi di dalamnya (drainase dan aerasi). Selain tempat untuk
bersirkulasi, pori-pori tanah olahan akan memudahkan pergerakan akar tanaman dalam
penyerapan unsur hara lebih mudah dan memungkinkan tanaman tumbuh subur (Hanafiah,
2005).
4.4. Pemupukan
Tanah gambut di
Indonesia tidak hanya bermasalah dengan kemasaman dan kelarutan Al yang tinggi,
tetapi juga miskin hara, terutama hara makro seperti N, P, K, dan Mg. Oleh karena itu, pengapuran
bukannya satu-satunya upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas
lahan yang ditempati tanah bersifat asam. Pengapuran yang tidak disertai dengan
pemupukan akan sama buruknya dengan pemupukan yang tidak didahului pengapuran
(Hakim, 2006).
Pemberian pupuk bertujuan untuk mengembalikan unsur
hara yang telah hilang akibat pencucian air tanah, sehingga kebutuhan akan
unsur hara tanaman dapat terpenuhi. Dalam pengaplikasiaan pupuk meliputi
beberapa cara seperti penaburan, penugalan, pembenaman, penyemprotan dan
penyiraman (Suteja, 1997).
Peranan suplai unsur
hara untuk tanaman menunjukan manfaat yang sangat besar dalam meningkatkan
pertumbuhan, hasil, dan kualitas mentimun. Jenis pupuk yang dapat digunakan
pupuk organik berupa pupuk kandang ayam 10 ton/ha, dan pupuk anorganik berupa
Urea 225 kg/ha TSP 120 kg/ha, KCL 100 kg/ha dan curater. Pemupukan dilakukan 2
kali yakni pemberian awal dan pemberian susulan. Pemberian pupuk susulan terhadap
budidaya mentimun dengan mulsa dilakukan setelah tanaman berumur 1 bulan dengan
menggunakan pupuk NPK yang dicairkan. Cara pemberiannya dengan penyiraman
dengan dosis 50 g/10 liter air lalu disiramkan disekitar tanaman. Larutan sebanyak
itu digunakan untuk 50 tanaman (Sumpena, 2002).
Hasil penelitian Yetti
dan Evawani (2008), mengatakan bahwa pemberian pupuk organik kandang ayam
dengan dosis KCL 25 g/plot berpengaruh nyata pada parameter pengamatan jumlah umbi per rumpun, tinggi tanaman, berat basa
dan berat kering perplot. Secara keseluruan perlakuan KCL 25 g/plot menunjukan
perlakuan terbaik dari semua pengamatan.
4.5.
Penanaman
Penanaman benih dapat dilakukan jika
benih telah memiliki daun 2-3 daun utama dan benih mentimun yang sudah
dikecambahkan ditanam langsung dilubang tanam yang dibuat dengan cara penugalan
sedalam 5 cm. Benih ditanam sebanyak 1 tanaman perlubang tugal dan selanjutnya
lubang tanam ditutup tanah setinggi 1 cm
jarak lubang tanam 30 cm x 60 cm (Sumpena, 2002).
4.6.
Pemasangan Ajir
Mentimun
merupakan tanaman yang bersifat memanjat (Indeterminate),
sehingga dalam pertumbuhannya mentimun membutuhkan tiang penyangga atau ajir
sebagai tempat tegak dan pembentukan buah tanaman tidak terhalang atau
terhambat. Dengan kondisi pertumbuhan seperti ini maka persentase terbentuknya
buah yang normal (lurus) akan lebih banyak dibandingkan dengan buah-buah yang
terbentuk abnormal. Ajir berfungsi untuk
1) tempat tegak tanaman, 2) mengurangi pembentukan buah abnormal, 3) mengurangi
terserang hama, dan 4) memudahkan cara pemanenan (Sumpena, 2001).
4.7. Pengendalihan Hama dan Penyakit
Hama
dan penyakit pada mentimun sebenarnya tidak terlalu banyak. Pemberantasan
dilakukan setelah terlihat tanda-tanda serangan. Cara pemberatasannya antara
lain dengan cara mekanis (eradiksi/pemotongan daun) maupun dengan cara kimia
(penyemprotan pestisida). Hama yang sering mengganggu yakni Thrips dan Imago thripis yang
merusak tanaman dengan cara menghisap cairan sel. Tanda awal dari kerusakan ini
bila daun dihadapkan ke sinar matahari akan kelihatan bintik berwarna putih.
Pengendalian serangan hama ini dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida
(Khotimah, 2007).
Menurut Sugito (1992),
penyakit yang sering menyerang yakni Downy
mildew (Pseudomonas cubensis Berk dan Curt) di awali dengan adanya bintik
hitam pada permukaan daun yang kemudian berubah menjadi kuning, kemudian meluas
menjadi bercak. Pemberantasan penyakit ini dilakukan dengan cara penyemprotan
fungisida seperti Benlate dan Dithane. Penyakit layu sering menyerang pada
musim hujan ketika tanah tergenang dan terlalu basah. Penyebab penyakit layu
diakibatkan oleh Fusarium wilt F,
dengan cara pengendalian membuat drainase atau saluran air yang baik dan
pembuatan bedeng tanaman yang tinggi ± 50 cm (Sumpena, 2001).
5.
Panen
Buah
mentimun dapat dipanen pada umur 30-50 hst, ciri-ciri buah yang dapat dipanen,
yaitu buah masih berduri, panjang buah antara 10-30 cm atau tergantung jenis
yang diusahakan interval panen dilakukan antara 1-2 hari sekali. Panen
dilakukan dengan cara memotong tangkainya dengan pisau atau gunting. Tangkai
buah yang bekas dipotong sebaiknya dicelupkan kedalam larutan lilin untuk
mempertahankan laju penguapan dan kelayuan sehingga kesegaran buah mentimun
dapat terjaga relatif lama (Sumpena, 2001).
Daftar
Pustaka:
Hakim,
N. 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah
Masam dengan Teknologi Pengapuran Terpadu. Andalas University Press. Padang.
Hal, 5-15.
Khotimah,
N. 2007. Budi Daya Tanaman Pangan,
Karya Mandiri Nusantara. Jakarta Barat. Hal, 141-145.
Rachmat,
S. dan Geraad Grubben. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. Prosea
Indonesia dan Balai Penelitian Hortikultura. Universitas Gadja Mada. Hal,
102-104.
Reijntjes,
C, B. Haverkorb, A. Waters-Bayers. 1999. Pertanian
Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta. Hal, 44-45.
Rukmana, R. 1994. Budidaya Mentimun. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta. Hal, 5-8.
Sadjad.
S. 1977. Catatan Sejarah Tentang
Pengembangan Mutu Benih. Vol. 2. Penataran Latihan Pola Beranam, LP3 IRRI, Bogor. Hal, 1-12.
Sugito,
J. 1992. Sayur Komersial. Penebar
Swadaya. Jakarta. Hal, 106-112.
Sumpena,
U. 2001. Budidaya Mentimun Intensif dengan
Mulsa Secara Tumpang Gilir. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal, 1-46.
Sunarjono,
H, H. 2007. Bertanam 30 Jenis Sayur.
Penebar Swadaya. Jakarta. Hal, 109-114.
Sutedjo,
M, M dan Kartasas Poetra A, G. 1997. Pupuk
dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta Buana. Bandung. Hal, 14-15.